Jumat, 11 Desember 2015

5 Cara Agar Bisa Merasakan Kedahsyatan Daya Tarik Al-Qur`an

Saat Umar bin Khattab membersihkan hatinya dari kebencian, maka ketika membaca Surah Thaha, akhirnya daya tarik Al-Qur`an bisa mengguncang sanubarinya
5 Cara Agar Bisa Merasakan Kedahsyatan Daya Tarik Al-Qur`an
Saat Umar bin Khattab membersihkan hatinya dari kebencian, maka ketika membaca Surah Thaha, akhirnya daya tarik Al-Qur`an bisa mengguncang sanubarinya

Terkait

Oleh: Mahmud Budi Setiawan
Al-QURAN sebagai mukjizat dan manhaj(jalan hidup, way of life) menyimpan daya tarik yang begitu mengagumkan.
Coba bayangkan! Seorang pakar sya`ir Qurays sekaliber Walid bin al-Mughirah tak kuasa memungkiri keindahan bahasanya.
Orang-orang kafir, seketika sujud waktu mendengar nabi membacakan ayat sajadah. Jubair bin Muth`im merasa hatinya seakan terbang ketika mendengarkan senandung Al-Qur`an Nabi Muhammad. Bahkan penduduk Makkah mengerubungi rumah Abu Bakar ketika sedang shalat membaca Al-Qur`an. Tak jarang ada yang langsung jatuh cinta dan memeluk Islam ketika mendengar langsung ayat suci dibacakan. Sampai saat ini pun –hatta sampai kiamat- daya tarik Al-Quran tidak akan pudar.
Akibat daya tarik yang begitu besar, maka orang-orang kafir Qurays, –bahkan orang-orang kafir sepanjang zaman– selalu berusaha menghalangi orang untuk membaca al-Qur`an.
Dalam Al-Qur`an diceritakan:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.”(QS: Fusshilat: 26).
Pada ayat ini, ada dua langkah yang digunakan orang kafir dalam menghalangi daya tarik al-Qur`an:
Pertama, tidak mendengarkan al-Qur`an dengan sungguh-sungguh(main-main). Kedua, membuat hiruk-pikuk(Keributan, atau membuat isu miring) terhadapnya. Di sepanjang sejarah, dua cara tersebut cukup ampuh dalam menghalangi daya tarik al-Qur`an. Lalu bagaimana agar kita bisa meresakan daya tarik al-Qur`an?
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan agar kita bisa merasakan daya tarik al-Qur`an, di antaranya.
Pertama, membacanya dengan hati yang bersih
Allah berfirman:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”(QS: An-Nahl: 98).
Membaca isti`ādzah atau ta`awwudz (memohon perlindungan pada Allah dari syaitan yang terkutuk), adalah sebuah langkah jitu agar hati kita menjadi bersih. Ibarat cermin, selama kita tidak membersihkannya, maka cahaya Al-Qur`an tidak mampu dipantulkan secara sempurna.
Syeikh Muhammad Mutawalli al-Sya`rawi dalam tafsirnya, mengistilahkannya dengan tashfiyah jihāzu al-istiqbāl (membersihkan alat pemancar, seperti antena TV, atau receiver HP dan lain sebagainya)[Tafsīr al-Sya`rāwi, I/27].
Langkah pembersihan hati ini perlu dilakukan karena: syaitan (baik dari jin maupun manusia) akan senantiasa menghalang-halangi manusia mendapat petunjuk dari al-Qur`an dari berbagai arah dan bersifat konstan.
Al-Qur`an menggambarkan:
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.”(QS. Al-A`raf: 16-17).
Di samping itu, Al-Qur`an tidak akan bisa dirasakan daya tariknya, melainkan orang yang suci(baik jasmani maupun rohani). Al-Qur`an menjelaskan: “Tidak menyentuhnya kecuali yang disucikan”(QS: Al-Wāqi`ah: 79).
Kedua, membaca ikhlas karena Allah
Tidak mengherankan jika pertama kali wahyu turun kepada Nabi Muhammad, ayat yang pertama kali turun ialah Surah al-`Alaq: 1-5. Di situ ada kalimat, ‘iqra` bismi rabbikal ladzi khalak’ (bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan). Jadi, orang yang membaca al-Qur`an bukan karena Allah, maka ia tidak akan mampu merasakan daya tariknya. Tidak aneh jika setiap Surah al-Qur`an –kecuali Surah At-Taubah- selalu diawali dengan bacaan basmallah. Seolah-olah mengandung pelajaran tersirat, bahwa: membaca al-Qur`an harus dengan nama Allah(karena Allah), bukan karena pamrih apa pun.
Ketiga, membaca dengan pemahaman
Orang yang ingin merasakan daya tariknya, harus memahami bahasanya. Mereka yang pertama kali, merasakan langsung daya tarik Al-Qur`an, adalah orang-orang Arab. Mereka dikenal dengan kepiawaiannya dalam hal sya`ir dan tata kebahasaan Arab. Dengan hati yang bersih, ditambah dengan pemahaman bahasa, dengan mudah mereka merasakan daya tariknya.
Setelah Umar bin Khattab membersihkan hatinya dari kebencian, dan disertai dengan pemahaman, maka ketika membaca Surah Thaha, akhirnya daya tarik Al-Qur`an bisa mengguncang sanubarinya. Apa yang dia pahami selama ini, ternyata keliru. Pemahamannya seketika berubah ketika al-Qur`an menyatakan: “Tidaklah aku menurunkan al-Qur`an ke padamu, supaya kamu menjadi celaka.”(QS. Thaha: 2). Baru ia sadar-melalui Al-Qur`an-, bahwa Islam bukan membuat orang celaka, tapi bahagia.
Keempat, membaca dengan pemikiran dan penelitian
Dengan sangat indah, al-Qur`an menjelaskan:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”(QS: Ali Imran: 190).
Orang yang membaca al-Qur`an disertai pemikiran dan penelitian, akan mampu merasakan daya tariknya. Tidak aneh jika para ilmuan baik masa lampau maupun masa kini, begitu tertarik dengan al-Qur`an karena mereka membaca al-Qur`an dengan pemikiran dan penelitian.
Dr. Morris Bukay misalnya, seorang dokter ahli bedah dari Prancis, sampai masuk Islam gara-gara informasi al-Qur`an mengenai jasad Fir`aun yang diselamatkan.
Kelima, membaca al-Qur`an dengan pengamalan
Dengan pengamalan, daya tariknya akan dirasakan. Al-Qur`an membuat metafor sindiran terhadap orang yang diberi kitab tapi tidak mengamalkannya:
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَاراً بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”(QS: Al-Jumu`ah: 5).
Tiada memikul berarti tidak mengamalkan isinya. Keledai membawa kitab adalah gambaran konkrit tentang orang yang tidak akan merasakan daya tarik al-Qur`an, lantaran tidak mengamalkannya.
Akhirnya, supaya kita bisa merasakan daya tarik al-Qur`an, ada lima hal yang perlu dipersiapkan: Pertama, hati yang bersih. Kedua, ikhlas karena Allah. Ketiga, disertai pemahaman. Keempat, diiringi perenungan dan pemikiran. Kelima, diamalkan. Sudahkan Anda merasakan daya tariknya?
Semoga saat memasuki Ramadhan minggu depan, kita bisa merasakan nikmat dan daya tariknya.*
                                                 SARANA PENGINSTALAN JIWA


Dalam perjalanan spiritual manusia menuju Allah SWT. itu akan menapaki jenjang tahapan tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan 'abid yaitu orang yang beribadah kepada Allah SWT. dengan tujuan ingin masuk surga dan selamat dari siksa neraka.
2. Tahapan mukhlis yaitu orang yang beribadah hanya semata mata karena Allah SWT. bukan karena ingin masuk surga, ataupun selamat dari neraka.
3. Tahapan muhib yaitu orang yang cinta kepad Allah SWT.
4. Tahapan 'Arif yaitu orang yang ma'rifat kepada Allah SWT.

Dalam perjalanan tahap muhib menuju ke tahapan 'Arif seseorang akan mengalami empat tahapan tajally (kesadaran terdalam setiap individu untuk merasakan keberadaan kekuasaan Allah SWT. yang ada di dalam hati):
1.Tajalli 'Af'al
2. Taialli Sifat
3. Tajalli Asma'
4. Tajalli Dzat

Apabila ia telah sampai pada tahapan tajalli dzat. maka berarti ia tengah berada pada maqom 'Arifin (ahli ma'rifat). Perjalanan menuju Allah SWT. itu memang membutuhkan waktu yang sangat lama sekali lebih lebih bagi hati yang kurang bersih, tergantung kadar serta usaha seseorang dalam penyucian hatinya. Karena beragamnya kondisi atau watak hati manusia, Imam Ibnu 'Athoillah menggambarkan hati itu seperti "Tanah" :
1. Adakalanya tanah yang digali sedikit saja, sudah bisa keluar mata airnya. Ini adalah gambaran bagi hati seorang yang bersih.
2. Adakalanya tanah yang digali sampai dalam, tapi tetap saja tidak keluar mata aimya, karena kondisi tanahnya yang tandus, gersang dan berbatu. Hal ini adalah gambaran hati yang kurang bersih.

Tanah yang tandus, sebagaimana hati kita umumnya membutuhkan siraman dan harus diisi dengan air yang berasal dari sumber mata air yang lain, agar tetap terawat dan subur. Sebab apabila tidak diisi, maka tanah tersebut akan gersang selamanya. Begitu pula hati orang yang kurang bersih, harus diisi dengan cara mengikuti pengajian, majlis ta'lim dan siraman rohani lainnya. Apabila tidak demikian, maka perjalannya menuju Allah SWT. akan sulit, bahkan dapat tersesat. Disinilah pentingnya peranan seorang Guru Mursyid yang awas mata bathin-nya, untuk membimbing dalam perjalanan spiritual agar kita tidak tersesat. Dan berhati hatilah apabila akan mengisi. Carilah sumber air yang bersih, jangan sampai diisi dengan air kotor dan keruh. Begitu pula dalam mengisi hati, lihatlah dulu siapa yang mengaji dan apa alirannya, jauhilah aliran bid'ah (ahli bid'ah), sebab itu akan menambah rusaknya hati. Pilihlah aliran yang mengikuti Ahlis Sunnah Wal Jama'ah, aliran thoriqoh mu'tabaroh. Juga lihat dulu kitab apa yang dikajinya, kitab Mujarrobat kah? atau kitab kitab kema'rifatan yang tidak mu'tabar (kitab kitab yang kebenaran ajarannya tidak diakui oleh para 'Ulama), yang menyebabkan perjalanan kita nanti akan tersesat bahkan bisa membuat gila atau stres.

Ketahuilah, bahwa proses suluk dan wushul kepada Allah SWT. itu ada ilmunya dan harus dibimbing oleh seorang Guru (mursyid kamil). Seperti yang telah di ungkapkan oleh syekh Abdul wahab Asy Sya'roni didalam kitab "Al 'Uhud Al Muhammadiyyah: "Barang siapa yang tidak berguru, maka gurunya adalah syaitan".

Dan syekh Abu Yazid Al Busthomi berkata: "Barang siapa yang tidak mempuyai guru, maka gurunya adalah Syaitan."

Kebanyakan orang yang stres dalam mencari kema'rifatan, disebabkan oleh tidak adanya guru yang membimbing (Mursyid Kamil) atau terkadang punya guru akan tetapi salah niat. Dalam Kitab Ummul al Barohain karangan Imam Muhammad bin Yusuf as-Sanusi menyebutkan syarat seorang yang patut sebagai Guru kamil yaitu:
Pertama, Orang yang dikokohkan dengan cahaya mata hati oleh Allah,
Kedua, Hatinya yang zuhud dari "dunia",
Ketiga, Belas kasih kepada orang miskin,
Keempat, Belas kasih kepada sesama mukmin yang lemah.

Orang yang menempuh perjalanan menuju Allah SWT akan menghadapi tahapan tahapan nafsu dan tahapan tahapan maqom. Ada tujuh macam nafsu dengan berbagai ciri masing masing, tahapan nafsu yang paling bawah adalah Nafsu Ammarah. Tanda atau perangai (watak kepribadian orang yang bernafsu ini banyak sekali diantaranya adalah sifat riya', pemarah, dsb. Kesemua sifat yang tercela (al Akhlaq Madzmumah) itu harus diperangi dan diriyadlohi (dilatih). Proses ini dinamakan "Takholli", yaitu merubah sifat sifat tercela menjadi sifat yang terpuji atau al Akhlaq al Mahmudah. Sehingga yang asalnya kikir bisa rnenjadi dermawan, yang riya' menjadi ikhlas, yang asal pemarah menjadi penyabar, yang asalnya sombong menjadi tawadlu'.

Kesemuanya itu dilatih dengan sungguh sungguh untuk dapat meningkat ke tahapan nafsu selanjutnya yang lebih tinggi yaitu Nafsu Lawwamah. Begitu pula halnya sifat sifat nafsu lawwamah yang buruk itu harus dilatih agar menjadi sifat yang terpuji sehingga meningkat lagi menuju Nafsu Muthma'innah dan begitu seterusnya sampai ke tingkat Nafsu Rodliyah atau Mardliyah.

Masa masa yang sangat berat dan berbahaya, adalah ketika seseorang tengah mecapai Nafsu Mulhimah, sebab ia diberi "ketersingkapan" (Mukasyafah) oleh Alloh SWT., sehingga ia diberi kemampuan untuk mengetahui hal hal yang bersifat ghoib, mengetahui kehendak hati orang lain, serta dapat menyibak sesuatu yang akan terjadi.

Kesemuanya itu adalah hal hal yang sangat rahasia dan sangat berbahaya, ia tidak boleh sembrono bahkan harus meniti diri dengan misalnya; konsultasi kepada Guru (mursyid karnil), sebab Mukasyafah itu ada kalanya:
1. Yang berasal dari Allah SWT. yang disebut Warid Robbany
2. Yang berasal dari Malaikat yang disebut Warid Malaki
3. Yang berasal dari Syaiton yang disebut Warid Syaitoni
4. Yang berasal dari Jin yang disebut dengan Warid Jinny
5. Yang berasal dari Nafsu yang disebut dengan Warid Nafsu

Dikatakan bahaya karena orang yang pada tahap Nafsu Mulhimmah itu belum bisa membedakan antara warid-warid yang datang, apakah itu Warid Robbany, Malaki, Syaitoni, Jinni, atau Nafsy. Sehingga orang tersebut tidak diperbolehkan untuk menggunakan Warid yang diberikan kepadanya sebelum dicocokkan dengan syari'at (Al Qur'an dan Al Hadits ).

Dibanding orang yang jarang atau tidak pernah susah, orang yang diliputi kegelisahan (dalam pengertian di atas) itu lebih cepat sampai pada tujuan, yaitu wushul. Sebab, secara psikis, kesusahan itu akan menjadi suatu pendorong yang memungkinkan seseorang untuk lebih memacu dirinya dan lebih bersemangat, melebihi jauh umumnya manusia, dalam menernpuh suatu perjalanan.

Jika diukur, seperti ilustrasi Abu Ali ad Daqqaq di atas, orang yang sedih memerlukan waktu satu bulan untuk menempuh perjalanan menuju Allah SWT. sedangkan orang yang tiada diliputi susah membutuhkan waktu bertahun tahun.

Misalnya, dua orang yang sama berangkat ke Jombang dengan jalan kaki, yang satu dalam kondisinya yang gelisah dan susah karena mendengar kabar lbunya meninggal, sedang yang lain tidak. Dapat dibuktikan, tentu orang pertama yang dalam kegelisahan dan susah akan tiba lebih awal. Karena kondisi hatinya yang demikian (bayangan dalam hatinya hanya ada rumah dan ingin segera melihat ibunya yang terakhir kali) akan memacu dirinya untuk berjalan lebih cepat sampai, dan membuat ia tak sempat menikmati pemandangan di kanan kirinya, berhenti atau mampir. Berbeda dengan orang yang tidak dalam kesedihan orang pertarna, ia akan bedalan semaunya dengan biasa dan santai, sebab tidak ada sesuatu yang memaksa dan mendorong dirinya untuk tiba lebih cepat di Jombang. Begitu juga perjalanan menuju Allah SWT. Kegelisahan yang tumbuh dari kesadaran akan kekurangan diri, akan mampu menjadi pendorong dan "pecut" yang memacu langkah mengejar ketertinggalan, pada akhirnya akan sampai tujuan yang diharapkan dan inilah hakikat penyesalan.

Dalam Kitab syarah Al Hikam di sebutkan, bahwa: Robi'ah Al Adawiyyah, mendengar ada seorang pria berkata: "Alangkah sedihnya diriku". Robi'ah berkata: "Jangan berkata begitu, tetapi katakanlah "Alangkah sedikitnya rasa sedihku". Karena, Jika memang engkau benar benar sedih, itu berarti engkau sama sekali tidak punya kesempatan untuk bersenang senang". (padahal engkau masih bisa tertawa bebas setiap hari).

Kesedihan yang dimaksud disini adalah kesedihan yang ditimbulkan karena keteledoran dalam beribadah, bukan karena memikirkan masalah duniawi, karena Allah SWT. telah menentukan dan mencukupi rizki manusia. Susah karena dunia artinya, susah memikirkan betapa sulitnya mendapatkan harta dunia, dimana dengan kesulitan itu diberi imbalan oleh Allah SWT. berupa dileburnya dosa. Sebab, ada dosa dosa tertentu yang tidak bisa dilebur dengan amal apapun, kecuali dengan susah dan jerih payah dalam mencari nafkah untuk keluarga, dengan catatan adanya keikhlasan di dalam hati.

Jadi, intinya adalah kita semua diingatkan agar selalu:
1. Merasa susah, sedih dan menyesal apabila sampai tertinggal (teledor) ibadah.
2. Bersemangat untuk menutupi (mengkodllo') ibadah yang telah ditinggalkan

Memohon kepada Allah SWT, supaya diberi semangat beribadah, sebab apapun dan bagaimanapun usaha dan niat kita apabila tidak diberi Allah SWT. maka hal itu tidak akan pernah terjadi.

Rabu, 02 Desember 2015

PENGAJIAN SUBUH MASJID AGUNG MADANI ISLAMIC CENTRE PASIR PENGARAIAN-ROKAN HULU

Akibat dan Bahaya Tidak Jujur

Pemateri : Ust. Hadi. Nurhadi Husain. Lc. MA.
Penulis : Andri syahputra/Abu Muaffa (MAHASISWA INSTITUT SAINS Al-QURAN (ISQ) SYEIKH IBRAHIM)
Alhamdulillah puji syukut kita kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang dengan rahmat, karunia serta hidayah-Nya jualah kita dapat bernafas hingga detik ini, kita dapat merasakan nikmatnya islam dan iman. Serta saya dapat menulis kembali kajian yang saya dengarkan dari para asaatidzah.
Shalawat serta salam semoga tidak hentinya kita haturkan kepada junjugan kita yakni Nabi besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau telah membawa kita dari zaman kejahilan kezaman yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan kita sekarang ini
Setelah malam tadi kita dengarkan kajian tentang Untungnya Menjadi Orang yang Jujur, maka pada pagi ini saya akan menyampaikan kebalikan dari kajian kita malam tadi yakni Akibat dan Bahaya Tidak Jujur.
Kebohongan atau dusta adalah suatu perilaku tercela dalam agama kita bahkan seluruh agama yang ada di permukaan bumi ini. Dusta tidak hanya merusak secara zhahir tapi juga secara batin. Dusta sangat dibenci Allah subhanahu wata’ala dan banyak disebutkan dalam al-quran. Inilah beberapa bahaya dari Dusta atau Ketidakjujuran :
1. Mendapatkan ‘adzab yang pedih
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam al-quran surah al-baqarah ayat 10 yang berbunyi :
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta” (QS.Al-Baqarah: 10)

2. Allah akan menghitamkan wajah para pendusta dihari kiamat
Sebagaimana yang difirmankan Allah tabaraka wata’ala dalam surah az-zumar ayat 60, sebagai berikut :

وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسْوَدَّةٌ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِينَ
“Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?”

3. Kedustaan jalan Menuju Neraka
Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan :
« إياكم والكذب فإن الكذب يهدي إلى الفجور ، وإن الفجور يهدي إلى النار ، وإن الرجل ليكذب ، ويتحرى الكذب ، حتى يكتب عند الله كذابا ، وعليكم بالصدق ، فإن الصدق يهدي إلى البر ، وإن البر يهدي إلى الجنة ، وإن الرجل ليصدق ويتحرى الصدق ، حتى يكتب عند الله صديقا » ( صحيح ) _ وأخرج البخاري ومسلم نحوه ، مختصر صحيح مسلم 1809 ، صحيح الجامع 4071 .

”Jauhilah oleh kalian dusta, karena dusta menjerumuskan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa mejerumuskan kepada Neraka. Dan sesungguhnya seseorang berdusta, dan membiasakan diri dengannya sehingga dicatat di sisi Allah sebagai “Kadzdzab”. Dan hedaklah kalian bersikap jujur, karena kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan kepada Surga. Dan sesungguhnya seorang laki-laki bersikap jujur dan bersungguh-sungguh untuk jujur, sehingga dicatat di sisi Allah sebagai ”Shiddiq”.” (Shahih, riwayat Imam al-Bukhari dan imam Muslim dengan sedikit perbedaan redaksi. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim 1809, Shahih al-Jami’ 4071)

4. Kemurkaan Allah
Orang yang pendusta dihari kiamat kelak akan mendapatkan murka Allah subhanahu wata’ala yang berarti ia terhindarkan dari sifat Rahiim nya Allah.

5. Dusta merupakan dosa yang besar
إِنَّ الَّذينَ جاؤُو بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَ الَّذي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذابٌ عَظيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga. Janganlah kamu kata bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu, bahkan itu adalah mem¬baikkan. Setiap orang akan men¬dapat hukuman dari sebab dosa yang dibuatnya itu. Dan orang yang mengambil bagian terbesar akan mendapat siksaan yang besar pula”

6. Disebut sebagai orang yang tidak beriman
Dusta atau kebohongan akan menghilangkan cahaya iman yang memancar dari dalam dirinya, sebagaimana yang disebutkan Allah ta’ala dalam surah An-Nahl ayat 105, sebagai berikut :
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”

Yaa ikhwah fillah..
Setelah kita mengetahui buruknya dusta atau kebohongan marilah kita lebih semangat untuk meninggalkan perbuatan tercela itu, yakni sifat dusta. Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang jujur dalam perbuatan dan perkataan dan hati serta jauh dari sifat dusta.
Wallahua’lam, wabillahit taufiq
Wassalmu’alaikum warohmatullah wabarakatuh

Selasa, 01 Desember 2015

Pengajian Rutin Masjid Agung Madani Islamic Centre Rokan Hulu

Fikih tentang Mimpi : رُؤْيَا
Oleh : Ustadz Dr.H.Mawardi Shalih Lc. MA
Penulis : Andri syahputra (Mahasiswa Institut Sains al-Quran Syekh Ibrahim)
A. Pengertian mimpi
Mimpi adalah segala sesuatu yang dilihat di alam bawah sadar/ tidur.
Kata yang berkaitan dengan mimpi :
a. Ru’ya : segala sesuatu yang dilihat dialam bawah sadar/ mimpi
b. Ru’yah : segala yang dilihat dalam keadaan sadar
c. Ilham : anugrah dari allah kepada hamba nya yang shalih “sesuatu yang membuat hati nya tenang”
d. Al-hulu : adalah mimpi yang buruk
e. Khatir : kekhawatiran dalam keadaan sadar
f. Wahyu : sesuatu yang diberikan keapda para Nabi dan Rasul
B. Tingkatan Mimpi
a. Mimpi para Nabi dan Rasul, inilah adalah mimpi yang sudah pasti benar disebut dengan ar-ru’ya ash-sholihah
b. Mimpi orang shalih (orang yang tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak sering jatuh dalam dosa kecil), mimpi ini juga merupakan yang benar dan juga disebut ar-ru’ya ash shalihah
c. Mimpi orang yang beriman (orang yang terkadang jatuh kedalam dosa-dosa), mimpi ini terkadang benar dan terkadang tidak.
C. Pertanyaan sekitar mimpi
1. Mungkinkah melihat Allah didalam mimpi ?.
Melihat dalam mimpi tidak seperti melihat ketika sadar. Mimpi ini memiliki takwil dan takbir (pengungkapan) karena di dalamnya terdapat permisalan-permisalan dari kenyataan yang ada.
Kadangkala, sebagian orang yang tidak tidur mendapati penglihatan yang mirip dengan mimpi orang yang tidur. Maka, dia akan melihat dengan isi hatinya semisal apa yang dilihat dalam mimpi, dan kadang akan tampak padanya kebenaran-kebenaran yang dia saksikan dengan hatinya. Ini semua terjadi di dunia.
Terkadang, seseorang dikuasai oleh penglihatan hati dan inderanya, lantas diamenyangka bahwa dia melihat Rabbnya dengan mata kepalanya. Sampai dia bangun dan tahu bahwa ternyata yang dilihatnya tadi adalah mimpi.
Terkadang pula, dia mengetahui dalam tidurnya bahwa dia bermimpi. Begitulah hal yang diperoleh orang-orang yang tekun beribadah, berupa musyahadah (penyaksian) hati yang menguasai dirinya sampai tidak merasakan rasa inderawi-nya. Dia menyangka bahwa itu penglihatan mata telanjang, tetapi ternyata dia salah. Semua orang yang tekun beribadah, baik dari generasi awal atau akhir, yang berkata bahwa dia melihat Rabbnya dengan mata kepalanya adalah orang yang tersalah menurut kesepakatan ahli ilmi dan iman.
Benar bahwa orang-orang mukmin akan melihat Allah dengan mata telanjang di surga. Hal ini juga dialami oleh manusia di pelataran hari kiamat, seperti telah banyak diriwayatkan hadits dari Nabi, yaitu sabda beliau (yang artinya),“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian seperti kalian melihat matahari di tengah hari tidak terhalangi oleh awan, dan seperti melihat bulan purnama di kala langit cerah tanpa awan.’” (Majmu’ Fatawa: 3/389–390)
Syekh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan pula, “Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dan selainnya telah menyebutkan bahwa seseorang dimungkinkan melihat Allah dalam mimpi. Namun yang dilihatnya bukan hakikat Allah yang sebenarnya, karena tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman,
2. لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Qs.asy-Syura: 11)
Maka, tidak ada satu pun makhluk yang menyerupai Allah. Oleh karena itu, jika dia dapat melihat Allah dalam mimpi, bahwa Allah berbicara kepadanya, maka bagaimana pun bentuk yang dia lihat itu bukan wujud Allah‘Azza wa Jalla, karena tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan tidak ada pula yang setara.
Syekh Taqiyuddin menyebutkan hal ini, bahwa keadaan melihat Allah berbeda-beda sesuai dengan keadaan orang yang melihat. Jika orang tersebut adalah orang yang paling shalih dan paling dekat dengan kebaikan, maka penglihatannya lebih mendekati kebenaran dan kenyataan. Namun, wujud-Nya tidak dalam bentuk atau sifat yang dilihat oleh orang tersebut, karena pada hakikatnya tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah.
Mungkin saja terdengar suara, ‘Begini dan lakukan ini!’, tetapi di sana tidak ada wujud yang terlihat yang serupa dengan makhluk, karena tidak ada yang serupa dan semisal dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau melihat Allah dalam mimpi. Dari hadits Mu’adz bin Jabal, beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabbnya. Pada beberapa jalan (sanad) dikatakan bahwa beliau melihat Rabbnya, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala meletakkan tangan-Nya antara dua pundak Nabi, sehingga beliau merasakan rasa dingin di dada. Al-Hafidz Ibnu Rajab telah menulis kitab dalam masalah ini, yang dinamakan‘Ikhtiyarul Aula fi Syarhi Hadits Ikhtishamil Mala’il A’la’.
2. Mungkinkah bertemu nabi Muhammad dalm mimpi ?
Mimpi bertemu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah suatu hal yang mungkin dan bisa dialami oleh seseorang, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahîh. Berikut ini adalah hadits-hadits tersebut termasuk penjelasan Ulama dalam penjabarannya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَمَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي حَقًّا فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَمَثَّلُ فِي صُورَتِي وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka sungguh ia telah melihatku secara benar. Sesungguhnya setan tidak bisa menyerupai bentukku. Barangsiapa yang berdusta atasku secara sengaja maka ia telah mengambil tempat duduk dalam neraka". [HR Bukhâri dan Muslim]
3. Bagaimana mendakwa seseorang yang mimpi bertemu nabi ?
a. Tanyakan kepadanya bagaimana sifat kholqiyah maupun khuluqiyah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jika sesuai dengan sifat rasul yang terdapat dikitab-kitab hadits terutama dishahih Bukhari
b. Melihat orang tersebut, apakah ia seorang yang shalih atau tidak
4. Sunnah dalam masalah mimpi
a) Mimpi baik
Nabi Shallallaahu ’alaihi wa sallam bersabda :
الرُّؤْيَا الْحَسَنَةُ مِنَ اللَّهِ، فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يُحِبُّ فَلَا يُحَدِّثْ بِهِ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ، وَإِذَا رَأَى مَا يَكْرَهُ، فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ الشَّيْطَانِ وَلْيَتْفِلْ ثَلَاثًا وَلَا يُحَدِّثْ بِهَا أَحَدًا، فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ
”Mimpi baik berasal dari Allah. Jika salah seorang dari kalian melihat apa yang ia suka maka janganlah ia ceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang mencintainya saja
1. Berbahagia
2. Menceritakan kepada orang yang dicintainya
3. Jangan menceritakan kepada selain orang yang baik.
b) Mimpi buruk
1. Meludah kekiri 3 kali.
2. Memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan 3 kali, dengan membaca
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
“A’udzu billahi minas-syaithanir-rajiim” atau bacaan ta’awudz lainnya).
3. Memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan mimpi tersebut.
4. Atau sebaiknya dia bangun kemudian melaksanakan Shalat.
5. Mengubah pisisi tidurnya dari posisi semula ia tidur, jika ia ingin melanjutkan tidurnya, walaupun ia harus memutar kesebelah kiri, hal ini sesuai zahir hadis.